Rabu, 25 November 2015
Sabtu, 11 April 2015
Daftar Pustaka "Bimbingan Dan Konseling 2"
DAFTAR PUSTAKA
Ariek, Rugaiyah . 2013 . Profesi
kependidikan . Bogor : Ghalia Indonesia
Astuti Emerentiana,
makalah prinsip – prinsip bimbingan konseling , diakses dari http://www.girlsincollege.blogspot.com/2012/09/makalah-prinsip-prinsip-bimbingan.html
, pada tanggal 4 maret 2015
Moh
Mega Nirwana , Jurnal Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Terhadap Motivasi
Belajar Siswa , diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251711&val=6768&title=Pengaruh%20Layanan%20Penguasaan%20Konten%20Terhadap%20Motivasi%20Belajar%20Siswa
, pada tanggal 10 maret 2015
Prayinto
, Erman . 2013 . Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling . Jakarta : Rineka Cipta
Raflis Kosasi, Soetjipto . 2007 .
Profesi Keguruan . Jakarta : Rineka Cipta
Sigalingging, David . 2011. Ebook
Profesi Kependidikan . Padang : David Sigalingging
Sudarwan , Danim . 2011. Profesi
Kependidikan . Bandung : Alfabeta
Bab III " Bimbingan Dan Konseling 2 "
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Bimbingan dan konseling merupakan
suatu kegiatan yan terintegrasi dalam keseluruhan proses belajar megajar.
Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu atau kelompok agar
mereka dapat mandiri, melalui bahan, interaksi, nasehat, gagasan ,alat dan
asuhan yang di dasarkan atas norma atau nilai-nilai yang berlaku. Sedangkan
konseling sebagai suatu usaha memperoleh konsep diri pada individu siswa.
2. Asas-asas
bimbingan dan konseling merupakan subuah dasar yang dijadikan pedoman dalam
melaksanakan pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling. Menurut Prayitno ada
dua belas asas yang mendasari layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling,
asas-asas tersebut sesuai dengan apa yang sudah dikemukakan di atas. Kedua
belas asas bimbingan dan konseling tersebut pada dasarnya menegaskan bahwa para
konselor merupakan para ahli yang memiliki kemampuan untuk membimbing
konselinya, baik secara ikhlas maupun profesional sehingga mereka mampu
meningkatkan taraf kehidupannya yang lebih baik, terutama berkaitan dengan
persoalan mentalitas konseli, baik dalam menghadapi lingkungannya maupun
orang-orang yang ada di sekelilingnya
3. Layanan orientasi dan layanan informasi
memiliki peran penting untuk melaksanakan pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Layanan orientasi bertujuan untuk memberikan pemahaman dan memungkinkan
penyesuaian penyesuaian diri terhadap lingkungan siswa yang baru dimasuki.
Hasil yang diharapkan dari layanan organisasi ialah permudahannya penyesuian
diri siswa terhadap pola kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan kegiatan
disekolah lain yang mendukung keberhasilan siswa. Sedangkan layanan informasi
bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan pemahaman
tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan dan
mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar dan anggota masyarakat.
B.
SARAN
Bimbingan konseling merupakan salah satu kegiatan
yang tak terpisahkan dalam pendidikan. Untuk membantu proses perkembangan
pribadi dan mengatasi masalah yang dihadapi sering kali siswa memerlukan
bantuan professional.
Sekolah harus dapat menyediakan layanan professional
yang dimaksud berupa layanan bimbingan dan konseling, karena sekolah merupakan
lingkungan yang terpenting sesudah keluarga. Layanan ini dalam batas tertentu
dapat dilakukan oleh guru, tetapi jika masalahnya “berat” diperlukan petugas
khusus konselor untuk menanganinya.
Menurut jenis permasalahannya guru atau konselor
dapat memberikan bantuan dalam bentuk : (a) bimbingan belajar, (b) bimbingan
social, dan (c) bimbingan dalam mengatasi masalah pribadi. Semua bimbingan ini
didasarkan atas prinsip, asas, orientasi, dan etika profesional. Latar belakang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah adalah agar peserta didik
mampu mengembangkan potensinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Sumber
Sumber
Jumat, 10 April 2015
Bab II " Bimbingan Dan Konseling 2 "
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-
Prinsip Operasional Bimbingan Konseling
Pada umumnya dalam bimbingan dan
konseling terdapat berbagai rumusan yang terkait dengan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling, diantaranya adalah yang berkaitan dengan tujuan,
sasaran pelayanan, masalah yang dihadapi oleh klien, program pelayanan, proses
yang akan dibutuhkan dalam melakukan penanganan terhadap masalah, serta penyelenggaraan
dalam pelayanannya. Berdasarkan beberapa sumber yaitu menurut sumber ( Bernard
& Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller &Fruehling,
1978) bahwa prinsip dalam bimbingan dan konseling itu antara lain terdiri dari:
1.
Prinsip-Prinsip
Bimbingan dan Konseling Secara Umum
Prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling adalah pemaduan hasil-hasil kajian teoritik dan praktek yang
dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan suatu pelayanan.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya
bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis
tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial
budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan
konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa:
a. Bimbingan didasarkan pada keyakinan
bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan, setiap anak mempunyai
potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensinya
itu.
b.
|
Bimbingan
didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik, seseorang anak berbeda dari
yang lain.
c. Bimbingan merupakan bantuan kepada
anak-anak dan pemuda dalam peertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi
pribadi-pribadi yang sehat.
d. Bimbingan merupakan usaha membantu
mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan
kehidupan umumnya.
e. Bimbingan adalah pelayanan unik yang
dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan- latihan khusus dan untuk
melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi yang khusus pula.
Berdasarkan butir-butir pernyataan
yang telah dikemukakan oleh van Hosse itu adalah benar, akan tetapi belum
merupakan prinsip-prinsip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan
konseling. Oleh karena itu agar butir-butir pernyataan dari Van Hosse dapat
dijadikan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling maka perlu ditambahkan pula
aspek-aspek operasionalnya.
Prinsip- prinsip yang dimaksud adalah landasan teoritis yang
mendasari pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, agar layanan tersebut
lebih terarah dan berlangsung dengan baik. Bagi konselor dalam melaksanakan
kegiatan ini perlu sekali memperhatikan prinsip- prinsip tersebut. Berikut ini
dikemukakan rumusan tentang prinsip-
prinsip bimbingan yang dituangkan dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C
tentang Pelaksanaaan Bimbingan dan Konseling dalam kurikulum 1994.
Dalam melaksanakan kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah, sekolah menjadi suatu lembaga yang wajah
dan sosoknya sangat jelas. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah diharapkan dapat tumbuh dan berkembang secara baik, hal ini mengingat
bahwa sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, keadaan
sekolah semakin cenderung menuntut adanya pelayanan bimbingan dan konseling
yang lebih tinggi. Kondisi siswa yang sedang mengalami tahap perkembangan yang
“meranjak” memerlukan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling dalam
segenap fungsinya.
Peranan guru sangat diperlukan untuk
terlibat secara langsung dalam suatu pengajaran agar pengajaran yang
dimaksudkan tersebut dapat mencapai suatu tingkatan keberhasilan yang tinggi,
oleh karena itu untuk mencapai keberhasilan ini diperlukan pula adanya upaya
penunjang terhadap optimalisasi di dalam proses belajar siswa. Terkait
dengan hal ini menurut Bernad & Fullmer (1969) bahwa “guru amat
memperhatikan bagaimana pengajaran berlangsung, sedangkan konselor amat
memperhatikan bagaimana murid belajar” seiring dengan itu, Crow & Crow
(1960) mengemukan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran hendaklah
memuat kaiadah-kaidah bimbingan. Dengan demikian jika hal tersebut
sungguh-sungguh terjadi , maka materi dan prosedur pengajaran yang didasarkan
pada program bimbingan, yang melibatkan kerjasama yang erat antara guru dan
konselor, akan dapat mewujudkan proses belajar mengajar yang sukses.
2.
Prinsip-Prinsip
Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan
[2]Sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu, baik secara
perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu bervariasi dan berbeda satu
dengan yang lainnya, misalnya dalam hal umur, jenis kelamin, status sosial
ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatan, keterkaitannya terhadap suatu
lembaga tertentu, dan variasi lainnya.
Di samping itu, yang menjadi sasaran
pelayanan BK adalah sikap dan tingkah laku individu. Sikap dan tingkah lakunya
ini amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian, kondisi diri sendiri, serta
kondisi lingkungannya. Adapun prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran
pelayanan itu, antara lain:
a. Bimbingan dan konseling melayani
semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan
status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan
dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk dari berbagai aspek
kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan
konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan
bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri, perlu
dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan,
kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang
kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial
mengarah kepada sikap dan pola-pola tingkah laku yang seimbang. Oleh karena itu
pelayanan bimbingan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu
terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek
perkembangan invidu.
e. Meskipun individu yang satu dan
lainnya serupa dalam berbagai hal, tetapi perbedaan individu harus dipahami dan
dipertimbangkan dalam upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan
kepada individu-individu tertentu, baik anak-anak, remaja, ataupun orang
dewasa.
3.
Prinsip-Prinsip Berkenaan Dengan Masalah Individu.
Perkembangan
dan kehidupan individu tidak selalu dipengaruhi faktor positif. Faktor yang
berpengaruh negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap perkembangan
dan kehidupan individu serta akan menimbulkan masalah tertentu pada individu.
Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu berbagai masalah
individu, tetapi pelayanan dan bimbingan konseling hanya mampu menangani
masalah klien secara terbatas karena keterbatasan yang ada pada dirinya
sendiri. Prinsip-prinsip yang berkenaan adalah:
a. Bidang
bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh
kondisi mental dan fisik terhadap penyesuaian diri individu dengan lingkungan
serta kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya.
b. Keadaan sosial,
ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan menuntut perhatian dari konselor
dalam mengentaskan masalah klien
1)
Prinsip-
prinsip yang berhubungan dengan individu yang dibimbing
a) Layanan bimbingan harus diberikan
kepada semua siswa. Maksudnya bahwa pembimbing dalam memberikan layanan tidak
tertuju kepada siswa tertentu saja, tetapi semua siswa perlu mendapatkan bimbingan
baik yang mempunyai masaalah ataupun belum. Bagi siswa yang belum bermasalah
mereka perlu memperoleh bimbingan yang bersifat pencegahan (preventife) , apakah dalam bentuk
pemberian informasi pendidikan , jabatan , dan / atau informasi cara belajar
yang baik.
b) Harus ada kreteria untuk mengatur
prioritas layanan pada sisiwa tertentu. Karena tidak memungkinkan bagi
pembimbing untuk memberikan layanan kepada semua siswa secara bersamaaan, dan
masalah- masalah yang dialami oleh siswa juga ada yang perlu mendapatkan
layanan sesegera mungkin, maka untuk menentukan siswa mana yang perlu dilayani
dengan segera perlu ada kriteria tertentu.
Kriteria itu misalnya berupa hasil belajar yang mereka peroleh. Semakin
rendah hasil belajar siswa, atau semakin jauh turun hasil belajarnya dibandingkan
dengan hasil belajar sebelumnya, maka mereka itu perlu diprioritaskan untuk
mendapatkan bantuan, sebab kalau layanannya tertunda akan menimbulkan kesulitan
yang lebih besar, baik yang menyangkut kemajuan belajarnya maupun keadaan
emosionalnya.
c) Program bimbingan harus berpusat
pada siswa. Program yang disusun harus didasarkan atas kebutuhan siswa. Oleh
sebab itu, sebelum penyusunan program bimbingan perlu dilakukan analisis kebutuhan
sisiwa.
d) Layanan bimbingan harus dapat
memenuhi kebutuhan individu yang bersangkutan secara serba ragam dan serba
luas.
e) Keputusan terakhir dalam proses
bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing. Dalam pelaksanaan bimbingan,
pembimbing tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada individu yang dibimbing.
Peranan pembimbing hanya memberikan arahan- arahan serta berbagai
kemungkinannya, dan keputusan mana yang akan diambil diserahkan sepenuhnya kepada
individu yang dibimbing. Dengan demikian klien mempunyai tanggungjawab penuh
terhadap keputusan yang diambilnya itu.
f) Individu yang mendapat bimbingan
harus berangsur- angsur dapat membimbing dirinya sendiri. Hasil pemberian
layanan diharapkan tidak hanya berguna pada waktu pemberian layanan itu saja,
tetapi jika Individu mengalami masalah yang sama dikemudian hari ia akan dapat
mengatasinya sendiri, sehingga tingkat ketergantungan individu kepada
pembimbing semakin berkurang. Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah
memandirikan individu yang dibimbinng (klien) dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya.
2)
Prinsip-
prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan
a) Konselor di sekolah dipilih atas
dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya. Karena
pekerjaaan bimbingan merupakan pekerjaaan yang memerlukan keahlian dan
keterampilan- keterampilan tertentu, maka pekerjaan bimbingan itu tidak dapat
dilakukan oleh semua orang. Dengan demikian, orang yang akan bertugas sebagai
pembimbing di sekolah harus dipilih atas
dasar- dasar tertentu, misalnya kepribadian, pendidikan, pengalaman dan
kemampuannya, karena kualifikasi tersebut dapat mendukung keberhasilan
pembimbing dalam melaksanakan tugasnya. Banyak masalah- masalah yang dalam
pemecahannya diperlukan dukungan pengalaman pembimbing, keluasan wawasan maupun
kemampuan lainnya.
b) Konselor harus mendapat kesempatan
untuk mengembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai latihan
penataran. Karena ilmu tentang bimbingan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan lainnya. Agar pembimbing dapat mengikuti dan menguasai
perkembangan tersebut, pembimbing hendaklah mencari/ mendapatkan kesempatan
untuk mengikuti berbagai latihan dan penataran, sehingga potensi yang dimiliki
pembimbing itu lebih berkembang lagi. Dengan demikian teknik- teknik bimbingan
yang dikuasai pembimbing akan lebih kaya dan wawasannya tentang bimbingan akan
lebih luas.
c) Konselor hendaknya selalu
mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta
lingkungannnya, sebagai bahan untuk membantu individu yang bersangkutan kearah
penyesuaian diri yang lebih baik. Untuk efektifnya pemberian bantuan kepada
anak didik, pembimbing perlu mengetahui informasi tentang anak didik serta
lingkungannya. Penguasan informasi tersebut akan mempermudah pembimbing untuk
membantu anak didiknya dalam mencarikan alternatif- alternatif pemecahan
masalah yang dihadapinya serta dalam mengembangkan kemampuannya untuk melakukan
penyesuaian diri secara baik.
d) Konselor harus menghormati dan
menjaga kerahasiaan informasi tentang individu yang dibimbingnya. Informasi
yang diperoleh dari individu yang dibimbing itu ada yang perlu dirahasiakan.
Kalau hal ini tidak dapat dilaksanakan oleh pembimbing, maka indivdu yang
bersangkutan akan merasa malu dan akhirnya individu tersebut tidak akan percaya
kepada pembimbing. Sebagai akibatnya jika pada masa datang ia mengalami
masalah, ia tidak akan mau menyampaikannya secara jujur kepada pembimbing. Bila
klien merasa yakin bahwa rahasia pribadinya terjamin, maka ia akan mau
membukakan dengan terus terang tentang permasalahan- permasalahan yang sedang
dihadapinya. Dengan demikian, pembimbing dapat memperoleh informasi yang
lengkap dan jelas tentang klien. Sehingga mempermudah mengetahui sumber
penyebab timbulnya masalah dan mempercepat pemecahan masalah itu.
e) Konselor hendaknya mempergunakan
berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam melakukan tugasnya. Karena
keunikan masalah yang dialami oleh individu dan latar belakangnya, maka dalam
pemberian layanan, pembimbing dituntut untuk menguasai berbagai metode dan
teknik bimbingan. Disamping itu, pembimbing juga harus menggunakan berbagai metode
untuk mengatasi masalah yang dialami individu, karena ada masalah yang dapat
diselesaikan dengan 1 teknik saja dan ada pula yang memerlukan lebih dari satu
teknik atau metode.
f) Konselor hendaknya memperhatikan dan
mempergunakan hasil penelitian dalam bidang : minat dan hasil belajar individu
untuk kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Dengan menggunakan
data- data yang tepat maka kegiatan bimbingan akan lebih bermakna bagi individu
yang dibimbing khususnya dan pengembangan kurikulum sekolah pada umumnya.
4.
Prinsip
– Prinsip Berkenaan Dengan Program Pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling
diselenggarakan dengan 2 cara yaitu insidental dan terprogram. Pelayanan
insidental merupakan pelayanan dari konselor yang sedang menjalankan praktik
pribadi. Pelayanan ini diberikan kepada klien – klien yang secara langsung
(tidak terprogram atau terjadwal) meminta bantuan kepada konselor dan
pelaksanaan pelayanannya secara langsung pula pada waktu mereka datang
berkonsultasi, sehingga konselor tidak menyediakan program khusus.
Berbeda dengan pelayanan terprogram.
Pelayanan ini ditujukan kepada warga lembaga tempat konselor bertugas. Disini
konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan yang berorientasi kepada
seluruh warga lembaga tersebut dengan memperhatikan variasi masalah dan jenis
layanan yang dapat diselenggarakan, rentan dan unit – unit waktu yang tersedia,
ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga, dan faktor
lainnya yang dapat dimanfaatkan di lembaga tersebut.
Ada pula prinsip – prinsip tentang program layanan bimbingan dan
konseling sebagai berikut:
a.
Sebagai
bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan individu, program BK
harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan
secara menyeluruh.
b.
Program
BK harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga, kebutuhan individu, dan
masyarakat.
c.
Program
pelayanan BK harus disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada
anak– anak sampai dengan orang dewasa.
d.
Diadakan penilaian yang teratur dan terarah terhadap isi dan pelaksanaan program
BK untuk mengetahui hasil dan manfaat
yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan
dengan pelaksanaannya.
5.
Prinsip-Prinsip
Yang Berkenaan Dengan Pelaksanaan Pelayanan
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan
konseling dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini
selanjutnya akan diwujudkan dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini
selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh
tenaga ahli dalam bidangnya.
a.
Tujuan
akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu, oleh karena
itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan
individu agar mampu membimbing dirinya sendiri dalam menghadapi setiap
kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.
b.
Dalam
proses konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh klien hendaklah
atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
c.
Permasalahan
khusus yang dialami oleh klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan
kalau perlu dialih tangankan kepada) harus ditangani oleh tenaga ahli dalam
bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
d.
Bimbingan
dan konseling adalah pekerjaan profesional, oleh karena itu dilaksanakan oleh
tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bimbingan
dan konseling.
e.
Guru
dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan
dan konseling. Oleh karena itu bekerja sama antar konselor dengan guru dan
orang tua amat diperlukan.
f.
Guru
dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh kerena itu
keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi
hambatan- hambatan yang ada pada lingkungan peserta didik.
g.
Untuk
mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan memenuhi tuntutan
peserta didik program pengukuran dan penilaian terhadap peserta didik hendaknya
dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu
dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen
yang dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar,
bakat dan minat, dan berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan,
dan dipergunakan sesuai dengan keperluan.
h.
Organisasi
program bimbingan dan konseling hendaknya fleksibel disesuaikan dengan
kebutuhan individu dan lingkungannya.
i.
Tanggung
jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan di
pundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam
pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal
lembaga di tempat dia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang
program bimbingan dan konseling.
j.
Penilaian
periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan.
6.
Prinsip-Prinsip
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pelayanan
bimbingan dan konseling secara resmi memang ada di sekolah akan tetapi
pelaksanaannya belum sesuai dengan yang diharapkan. Dalam kaitan ini Belkin
(1975) menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkan pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah.
Pertama,
konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas,
dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor
juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk
mengetahui program-program yang hendak di jalankan itu.
Kedua,
konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu
keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan
siswa. Dalam hal ini, konselor harus menonjolkan keprofesionalannya, tetapi
menghindari sikap elitis atau kesombongan atau keangkuhan personal.
Ketiga,
konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor
profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata. Konselor
harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan
siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor
serta tanggungjawab yang terpikul di pundak konselor.
Keempat,
konselor bertanggungjawab kepada semua siswa, baik siswa-siswi yang gagal, yang
menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami
permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswi
yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu, dan
menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau
mengambil muka guru, konselor, dan profesional sekolah lainnya.
Kelima,
konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswi
yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswi yang menderita
gangguan emiosional, khususnya melalui penerapan program- program kelompok,
kegiatan pengajaran di sekolahan dan kegiatan di luar sekolah, serta
bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
Keenam,
konselor harus mampu bekerjasama secara efektif dengan kepala sekolah,
memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan- kecemasaanya.
Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan citra bimbingan dan
konseling profesional apabila ia memiliki hubungan yang saling menghargai dan
saling memperhatikan dengan kepala sekolah.
Prinsip- prinsip
tersebut menegaskan bahwa penegakkan dan penumbuh kembangan pelayan bimbingan
dan konseling di sekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor profesional yang
tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan
profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan
sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk
membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerjasama serta
membina hubungan yang harmonis - dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian itu
tidak akan muncul dengan sendiri, melainkan melalui perkembangan dan peneguhan
dan keterampilan. Wawasan dan pemahaman profesional yang mantap.
7.
Prinsip–Prinsip Khusus Yang
Berhubungan Dengan Organisasi dan Administrasi Bimbingan
a. Bimbingan harus dilaksanakan secara
berkesinambungan. Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi
(cumulative record) bagi setiap individu (siswa). Hal ini sangat diperlukan
untuk mencatat data pribadi individu secara sistematik yang dapat digunakan
untuik membantu kemajuan individu yang bersangkutan. Dengan demikian,
pembimbing dapat dengan mudah mengetahui perkembangan masahah klien dan
pembimbing mempunyai data yang lengkap tentang keadaan kliennya.
b. Program bimbingan harus disusun
sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Karena pelaksanaan bimbingan
terintegrasi dalam keseluruhan proses pendisikan di sekolah, maka dalam
penyusunan program pembimbingan juga harus sesuai dengan program sekolah itu
agar layanan bimbingan mempunyai sumbangan yang besar terhadap program sekolah.
c. Pembagian waktu harus diatur untuk setiap
petugas secara baik. Ini untuk menghindari penumpukan tugas- tugas dari para
pembimbing. Di samping itu, juga untuk menghindari kekecewaan siswa yang merasa
senang pada pembimbing tertentu, tetapi pembimbing tersebut tidak ada.
d. Bimbingan harus dilaksanakan dalam
situasi individual dan dalam situasi kelompok, sesuai dengan masalah dan metode
yang dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
e. Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga
lembaga di luar sekolah yang menyelenggarakan layanan yang berhubungan dengan
bimbingan dan penyuluhan pada umumnya.
f. Kepala sekolah memegang tanggung jawab
tertinggi dalam pelaksanaan bimbingan.
B.
Azas-
Azas Bimbingan Konseling
Betapa pentingnya azas-azas
bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh
kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila azas-azas ini tidak
dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan
berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.
Azas-
azas bimbingan dan konseling tersebut adalah
:
1.
Azas
Kerahasiaan (confidential)
[3]yaitu azas yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiaanya benar-benar terjamin.
Azas ini mempunyai makna yang sangat penting dalam layanan
bimbingan dan konseling. Mungkin tidak terlalu berlebihan bilamana azas ini
disebut dengan asas kunci dalam
pemberian layanan tersebut.
Sebagian keberhasilan layanan bimbingan banyak ditentukan
oleh kasus ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan dirinya sampai dengan
masalah - masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa konselor dapat
menyimpan rahasianya.
Dengan adanya keterbukaan dari klien akan memberikan
kemudahan – kemudahan bagi konselor menemukan sumber penyebab timbulnya
masalah, yang selanjutnya dapat mempermudah pula mencari atau mendapatkan jalan
pemecahan masalah yang dihadapi oleh klien tersebut.
2.
Azas
Kesukarelaan
[4]yaitu azas yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/ kegiatan
yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
Konselor mempunyai peran utama dalam mewujudkan azas
kesukarelaan ini. Konselor harus mampu mencerminkan azas ini dalam menerima
kehadiran klien. Bilamana konselor tidak siap menerima kehadiran klien karena
satu hal dan hal lain, seperti itu tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi
yang disebabkan ada acara lain, badan atau perasaan tidak enak, sedang punya
masalah yang agak serius, dan sebagainya.
Kondisi konselor yang demikian dapat menyebabkan azas
kesukarelaan ini tidak terwujud, kalau mereka paksakan untuk melakukan
konsultasi. Sebaliknya bila klien tidak mau dengan sukarela mengemukakan
permasalahannya, maka konsultasi itu tidak mungkin berlangsung secara efektif.
Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan oleh klien – klien
yang kurang baik terhadap konselornya, sehingga masalah – masalah yang dihadapi
enggan disampaikan kepada konselor.
3.
Azas
Keterbukaan
[5]yaitu azas yang menghendaki agar
peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan / kegiatan bersikap terbuka
dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya
sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya.
Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan
keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru
pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
Azas keterbukaan ini bertalian erat dengan azas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
Konselor harus berusaha untuk menciptakan suasana
keterbukaan dalam membahas masalah yang dialami klien. Klien terbuka
menyampaikan perasaan, pikiran, dan keinginannya yang diperkirakan sebagai
sumber dari timbulnya permasalahan.
Klien merasa bebas mengutarakan permasalahannya, dan
konselor pun dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga terbuka dalam
memberikan tanggapan terhadap hal – hal yang dikemukaan klien. Namun demikian,
suasana keterbukaan ini sulit terwujud bilamana azas kerahasiaan tidak dapat dilaksanakan
dengan baik.
Oleh karena itu, azas kerahasiaan akan sangat mendukung
terciptanya keterbukaan klien dalam menyampaikan persoalannya.
4.
Azas
Kegiatan
[6]yaitu azas yang menghendaki agar
peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif
di dalam penyelenggaraan / kegiatan
bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta
didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan / kegiatan yang diberikan
kepadanya.
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan dapat berlangsung
baik, bilamana klien mau melaksanakan sendiri kegiatan yang telah dibahas dalam
layanan itu. Keberhasilan layanan bimbingan dan konseling tidaklah terwujud
dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan oleh klien itu sendiri.
5.
Azas Kemandirian
[7]yaitu azas yang menunjukkan pada
tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai
sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu- individu yang mandiri,
dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil
keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri.
Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan
segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta
didik.
6.
Azas
Kekinian
[8]yaitu
azas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni
permasalahan yang dihadapi peserta didik / klien dalam kondisi sekarang.
Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki
keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat
sekarang.
Pemecahan masalah dalam kegiatan konseling
seharusnya berfokus pada masalah – masalah yang dialami oleh klien pada saat
ini. Apa yang dirasakan dan dipikirkan pada saat konsultasi, itulah yang
menjadi pusat perhatian dalam mencarikan pemecahannya.
Konselor jangan terperangkap dalam pembicaraan tentang
masalah – masalah yang tidak lagi menjadi persoalan bagi klien. Bila hal ini
terjadi, maka kegiatan layanan tersebut tidak akan memecahkan persoalan yang
sedang dihadapi oleh klien. Misalnya : klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya
rendah.
Pembicaraan hendaknya berorientasi pada masalah – masalah
yang berkaitan dengan rendahnya prestasi belajar tersebut, dan bukan hal – hal
lain yang tidak ada lagi kaitannya dengan masalah tersebut.
7.
Azas
Kedinamisan
[9]yaitu azas yang menghendaki agar isi
layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu
bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
Arah layanan bimbingan & konseling yaitu terwujudnya
perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih
baik. Sesuai dengan sifat keunikan manusia maka konselor harus memberikan
layanan seirama dengan perubahan – perubahan yang ada pada diri klien.
Perubahan itu tidak hanya sekedar berupa pengulangan – pengulangan yang
bersifat monoton, melainkan perubahan menuju pada suatu kemajuan.
8.
Azas
Keterpaduan
[10]yaitu azas yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh
guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan.
Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait
dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya.
Kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai
macam aspek. Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaknya selalu
diperhatikan aspek – aspek kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai
keharmonisan atau keterpaduan. Bila tidak terwujud keterpaduan aspek – aspek
ini justru akan menimbulkan masalah baru.
Di samping keterpaduan layanan yang diberikan, konselor juga
harus memperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan, jangan
sampai terjadi timbulnya ketidakserasian atau pertentangan dengan aspek layanan
lainnya.
9.
Azas
Kenormatifan
[11]yaitu azas yang menghendaki agar
segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada
norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi,
melalui segenap layanan / kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan
norma-norma tersebut.
Maksud dari azas ini ialah usaha layanan bimbingan dan
konseling yang dilakukan itu hendaknya tidak bertentangan dengan norma – norma
yang berlaku, sehingga tidak terjadi penolakan dari individu yang dibimbing.
Baik penolakan dalam prosesnya maupun saran – saran atau keputusan yang dibahas
dalam konseling.
10.
Azas Keahlian
[12]yaitu azas yang menghendaki agar
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar
kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam
bimbingan dan konseling.
Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud
baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling adalah profesional, oleh
karena itu tidak mungkin dilaksanakan oleh orang – orang yang tidak dididik dan
dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu
keterampilan khusus. Konselor harus benar – benar terlatih untuk itu, sehingga
layanan tersebut benar – benar profesional.
11.
Azas Alih Tangan Kasus
[13]yaitu azas yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.
Guru pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus
dari orang tua, guru - guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya
guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang
lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar
sekolah.
Azas ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemberian
layanan yang tidak tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba
tahu, sehingga dalam pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai dengan
keahliannya. Bila ditemukan masalah – masalah klien tersebut di luar bidang
keahliannya, maka konselor hendaknya segera mengalihtangankannya kepada ahli
lain. Setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.
12.
Azas
Tut Wuri Handayani
[14]yaitu azas yang menghendaki agar
pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan
rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluasluasnya kepada peserta
didik (klien) untuk maju.
Demikian juga segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang diselenggarakan, hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana
pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu.
Setelah klien mendapatkan layanan, hendaknya klien merasakan
bahwa layanan tersebut tidak hanya pada saat klien mengemukakan persoalannya.
Di luar layanan pun hendaknya makna bimbingan dan konseling tetap dapat
dirasakan, sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara klien dan
konselornya.
Dalam pemecahan masalah, konselor jangan dijadikan alat oleh
klien tetapi klien sendirilah yang harus membuat keputusan. Konselor sewaktu –
waktu siap membantunya, bila dalam pelaksanaannya klien mengalami masalah atau
benturan – benturan lagi.
C. Orientasi Layanan Bimbingan Konseling
Orientasi yang
dimaksudkan disini ialah “pusat perhatian” atau “titik berat pandangan”.
Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan, maka ia akan
menitikberatkan pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung
rugi yang dapat ditimbulkan olah pergaulan yang ia adakan dengan orang lain,
sedangkan orang yang berorientasi agama akan melihat pergaulan itu sebagai
lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran agama.
Dalam rangka pencapaian tujuan
Bimbingan dan Konseling di sekolah, terdapat beberapa jenis layanan yang diberikan
kepada siswa, diantaranya :
1.
Layanan
orientasi
2.
Layanan
informasi
3.
Layanan
konseling Perorangan
4.
Layanan
bimbingan kelompok
5.
Layanan
konseling kelompok
6.
Layanan
Konten
7. Layanan penempatan dan penyaluran
Berikiut penjelasa dari pengertian
layananan orientasi bimbingan dan konseling.
1.
Layanan Orientasi
a.
Pengertian Tentang Layanan Orientasi
Ada beberapa pengertian mengenai layanan orientasi :
a)
Menurut
Prayitno (2004) orientasi berarti tatapan ke depan ke arah dan tentang sesuatu
yang baru. Berdasarkan arti ini, layanan orientasi bisa bermakna suatu layanan
terhadap siswa baik di sekolah maupun di madrasah yang berkenaan dengan tatapan
ke depan ke arah dan tentang sesuatu yang baru.
b)
Menurut
Sukardi (Pengantar pelaksanan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
2000) layanan orientasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik (terutama orang tua) memahami lingkungan (seperti
sekolah) yang baru dimasuki peserta didik, untuk mempermudah dan memperlancar
berperannya peserta didik di lingkungan yang baru ini.
c)
Menurut
Slameto (Bimbingan di sekolah, 1988) layanan orientasi adalah layanan
yang diberikan kepada semua siswa, khususnya siswa baru.
Jadi secara
umum layanan orientasi adalah
layanan bimbingan yang dikordinir guru pembimbing dengan bantuan semua guru dan
wali kelas, dengan tujuan membantu mengorientasi (mengarahkan, membantu,
mengadaptasi) siswa (juga pihak lain yang dapat memberi pengaruh terutama orang
tuanya) dari situasi lama kepada situasi yang baru seperti siswa baru di SMA.
b. Materi Umum Dan
Penyelenggaraan Layanan Orientasi
Materi yang dapat diangkat melalui layanan orientasi ada
berbagai macam, diantaranya :
a)
Orientasi
umum sekolah yang baru dimasuki
b)
Orientasi
kelas baru dan cawu baru
c)
Orientasi kelas terakhir dan cawu terakhir,
EBTA/EBTANAS,ijazah
Layanan
orientasi dapat diselenggarakan melalui berbagai cara, terutama ceramah, tanya
jawab, dan diskusi. Selanjutnya dapat dilengkapi dengan peragaan, selebaran dan
peminjauan ketempat-tempat yang dimaksud (misalnya ruangan kelas, laboratorium,
perpustakaan, dan lain-lain). Materi orientasi dapat diberikan oleh guru kelas
dan kepala sekolah. Layanan orientasi diselenggarakan pada awal siswa masuk
sekolah atau awal mengikuti kelas atau cawu baru.
Bentuk
lain penyelenggaraan layanan orientasi adalah apa yang disebut “hari
orientasi” pada hari yang sudah dijadwalkan selama sehari penuh.
Meski hari
orientasi itu ditunjuan pada siswa-siswa baru dan orang tua mereka, namun
seluruh warga sekolah dapat ikut serta.
c. Pusat Perhatian Konselor Kepada Klien Dalam
Layanan Orientasi
Adapun
layanan bimbingan dan konseling perlu memiliki orientasi tertentu. Menurut
Humphreys dan Traxler (1954) sikap dasar pekerjaan bimbingan itu ialah bahwa
individual merupakan suatu hal yang sangat penting. Prayitno (1982) menyatakan
bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berorientasi pada masalah-masalah
yang dihadapi oleh klien pada saat ia berkonsultasi. Dengan istilah lain
disebutkan azas kekinian. Ini berarti layanan bimbingan dan konseling
harus berpusat/berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien.
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan
konseling hendaknya menekankan pada orientasi individual, orientasi
perkembangan siswa, dan orientasi permasalahan yang
dihadapi siswa.
a)
Orientasi
individual
Pada
hakikatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama lainnya. Perbedaan
itu dapat bersumber dari latar belakang pengalamannya, pendidikan, sifat-sifat
kepribadian yang dimiliki, dan sebagainya. Menurut Willerman (1979) anak kembar
satu telur pun juga memiliki perbedaan, apalagi kalau dibesarkan dalam
lingkungan yang berbeda. Ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan dapat
memberikan andil terjadinya perbedaan individu. Tylor (1956) juga menyatakan
bahwa kelas sosial keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan individu.
Perbedaan
latar belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara
berfikir, cara berperasaan, dan cara menganalisis masalah. Dalam layanan
bimbingan dan konseling hal ini harus menjadi perhatian besar.
b) Orientasi perkembangan
Masing-masing
individu berada pada usia perkembangannya. Dalam setiap tahap usia
perkembangan, individu yang bersangkutan hendaknya mampu mewujudkan tugas-tugas
perkembangannya itu. Pencapaian tugas perkembangan di suatu tahap perkembangan
akan mempengaruhi perkembangan berikutnya. Pencapaian tugas perkembangan masa
kanak-kanak merupakan masalah yang sangat penting bagi mereka agar berhasil
pada tahap perkembangan selanjutnya (masa remaja), begitu pula pencapaian tugas
perkembangan masa remaja akan mewarnai keberhasilan dalam melaksanakan tugas
perkembangan masa dewasa dan seterusnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan
tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut havighurst yang dikutip oleh
Hurlock (1980) antara lain :
·
Mampu
mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
·
Dapat
berperan sosial yang sesuai, baik perannya sebagai laki-laki atau perempuan.
·
Menerima
keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
·
Mampu
menerima tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai dengan tanggung jawab
sosial.
·
Tidak
tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
·
Menyiapkan
diri terhadap karir dan ekonomi.
·
Menyiapkan
diri terhadap perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
·
Memperoleh
nilai-nilai sistem etis sebagai pedoman dalam bertingkah laku serta dapat
mengembangkan suatu ideologi.
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menuntut adanya
perubahan sikap dan pola tingkah laku yang berbeda dengan sikap dan pola
tingkah laku pada masa anak-anak.
Bertolak dari pemahaman tentang perkembangan klien ini,
konselor dapat segera mendiagnosis sumber timbulnya permasalahan klien. Dengan
demikian pemberian layanan dapat berlangsung efektif dan efisien.
c) Orientasi masalah
Layanan bimbingan dan konseling harus bertolak dari masalah
yang sedang dihadapi oleh klien. Konselor hendaknya tidak terperangkap
dalam masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hal ini disebut
dengan azas kekinian (Prayitno, 1985). Artinya pembahasan masalah
difokuskan pada masalah yang saat ini (saat berkonsultasi) dirasakan oleh
klien, kadang-kadang konselor terperangkap dalam hal lain yang sebenarnya tidak
dirasakan sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan. Akibatnya, masalah yang
sebenarnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul masalah baru. Konselor
dapat saja membahas hal-hal lain asal masih ada kaitannya dengan masalah yang
dihadapi oleh klien.
Bilamana klien menyampaikan informasi atau berbicara tentang
masalah yang tidak ada kaitannya dengan kesulitan yang sedang dikonsultasikan,
maka konselor harus membawanya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi.
Jangan sampai konselor hanyut dalam pembicaraan klien yang menyimpang dari
tujuan pemecahan masalah. Oleh karena itu, konselor harus arif dan bijaksana
menanggapi pembicaraan klien. Konselor harus selalu sadar akan arah sasaran
yang akan dituju untuk memecahkan masalah klien.
d. Fungsi Dan Tujuan Layanan Orientasi
Secara umum, layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru. Dengan kata
lain agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai
sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru tersebut. Layanan ini juga
akan mengantarkan individu untuk memasuki suasana atau lingkungan baru. Adapun
kegiatannya yang dilakukan dalam layanan orientasi adalah layanan informasi,
yaitu memberikan keterangan tentang berbagai hal berkenaan dengan kurikulum dan
kegiatan belajar mengajar (KBM), guru-guru, para siswa lama, lingkungan fisik
sekolah, kantin sekolah, ruang bimbingan dan konseling, kantor guru dan kepala
sekolah, perpustakaan, laboratorium, mushola sekolah, dan sebagainya.
Adapun tujuan
program orientasi ialah untuk memberikan pengenalan kepada murid-murid tentang
kegiatan dan situasi pendidikan yang akan ditempuhnya. Selain itu layanan
orientasi diharapkan dapat mencegah timbulnya permasalahan penyesuaian siswa
dengan pola kehidupan sosial, belajar dan kegiatan lain di sekolah yang
berkaitan dengan keberhasilan siswa. Begitu juga bagi orang tua agar memahami
kondisi dan situasi sekolah sehingga dapat mendukung keberhasilan anaknya.
Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh layanan orientasi ialah fungsi
pemahaman dan pencegaha
2. Layanan
Informasi
a.
Pengertian Tentang Layanan Informasi
Layanan
informasi ialah layanan Bimbingan dan Konseling yang memungkinkan peserta didik
(klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan
dan informasi jabatan) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien). Klien tidak
hanya peserta didik tetapi bisa juga orang tua atau wali.
Secara umum, layanan informasi sama
halnya dengan layanan
orientasi, ialah bermaksud
untuk memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentang
berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau
untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki. Layanan
orientasi dan informasi merupakan perwujudan dari fungsi pemahaman pelayanan
bimbingan dan konseling. Selain itu akan dapat menunjang pelaksanaan
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling lainnya dalam kaitan antara bahan-bahan orientasi
dan informasi itu dengan permasalahan individu. (Prayitno, 2008: 260)
Menurut Prayitno, ada tiga alasan utama mengapa pemberian
informasi perlu diselenggarakan.
Diantaranya ialah :
a) Informasi dapat
membantu memecahkan masalah yang dihadapi.
b) Informasi dapat
membantu dalam menentukan arah hidup.
c) Setiap individu
adalah unik, keunikan itu akan menghasilkan keputusan dan tindakan yang
berbeda-beda, sehingga dapat menciptakan kondisi baru.
Dengan ketiga alasan itu, layanan informasi merupakan
kebutuhan yang amat tinggi tingkatannya. Lebih-lebih apabila diingat bahwa “masa
depan adalah abad informasi”, maka barang siapa yang tidak memperoleh
informasi, maka ia akan tertinggal dan akan kehilangan masa depan.
b.
Jenis-Jenis Layanan Informasi
Secara
khusus dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling, ada tiga jenis
informasi, yaitu :
a) Informasi Pendidikan
Dalam
bidang pendidikan, terkadang terdapat masalah atau kesulitan yang dihadapi
peserta didik. Masalah atau kesulitan itu berhubungan dengan :
·
pemilihan
program studi.
·
pemilihan
sekolah, fakultas dan jurusannya
·
penyesuaian
diri dengan program studi.
·
penyesuaian
diri terhadap suasana belajar.
·
putus
sekolah.
Mereka
membutuhkan adanya keterangan atau informasi untuk dapat membuat pilihan dan
keputusan yang bijaksana.
b) Informasi Jabatan
Saat-saat
transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja sering merupakan masa yang sangat
sulit bagi banyak orang muda. Kesulitan itu terletak tidak saja dalam
mendapatkan jenis pekerjaan yang cocok, tetapi juga dalam penyesuaian diri dengan
suasana kerja yang baru dimasuki dan pengembangan diri selanjutnya. Untuk itu
mereka membutuhkan banyak pengetahuan dan penghayatan tentang pekerjaan atau
jabatan yang akan dimasukinya. Pengertian dan penghayatan ini diperoleh melalui
penyajian informasi jabatan.
Informasi
jabatan/pekerjaan yang baik sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
·
Struktur
dan kelompok-kelompok jabatan/pekerjaan utama.
·
Uraian
tugas masing-masing jabatan/pekerjaan.
·
Kualifikasi
tenaga yang diperlukan untuk masing-masing jabatan.
·
Cara-cara
atau prosedur penerimaan.
·
Kondisi
kerja.
·
Kesempatan-kesempatan
untuk pengembangan karier.
·
Fasilitas
penunjang untuk kesejahteraan pekerjaan, seperti kesehatan, olah raga dan
rekreasi, kesempatan pendidikan bagi anak-anak, dan sebagainya.
c) Informasi Sosial dan Budaya
Masyarakat
Indonesia dikatakan juga masyarakat yang majemuk, karena berasal dari berbagai
suku bangsa, agama dan adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan yang berbeda.
Perbedaan-perbedaan ini sering pula membawa perbedaan dalam pola dan sikap
hidup sehari-hari. Namun perbedaan yang dimiliki itu hendaknya tidak
mengakibatkan masyarakatnya bercerai-cerai, tetapi justru menjadi sumber
inspirasi dalam hidup bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, yang dapat hidup
berdampingan antara yang satu dengan yang lain.
Untuk itu,
perlunya dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman isi informasi tentang
keadaan sosial-budaya berbagai daerah. Hal ini dapat dilakukan melalui
penyajian informasi sosial-budaya yang meliputi:
·
Macam-macam
suku bangsa.
·
Adat
istiadat dan kebiasaan-kebiasaan.
·
Agama
dan kepercayaan-kepercayaan.
·
Bahasa, terutama istilah-istilah yang dapat
menimbulkan kesalahpahaman suku bangsa lainnya.
·
Potensi-potensi
daerah.
·
Kekhususan
masyarakat atau daerah tertentu
c. Materi
Umum Dan Penyelenggaraan Layanan Informasi
Materi yang dapat diangkat melalui
layanan informasi ada berbagai macam, diantaranya :
a) Informasi pengembangan pribadi.
b) Informasi kurikulum dan proses
belajar mengajar.
c) Informasi jabatan
d) Informasi lingkungan.
Seperti
halnya layanan orientasi, layanan informasi juga dapat diselenggarakan melalui
ceramah, tanya jawab, dan diskusi yang dilengkapi dengan peragaan, selembaraan,
tayangan foto, flim, video, dan peninjauan ketempat-tempat atau objek-objek
yang dimaksudkan. Seperti juga dalam layanan orientasi, layanan informasi
diselenggarakan baik dalam bentuk pertemuaan umum, pertemuan klasikal, maupun
pertemuan kelompok.
d.
Tujuan Dan Fungsi Layanan Informasi
Layanan
informasi bertujuan untuk membekali individu dengan berbagi pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan,
dan mengembagkan pola kehodupan sebagai pelajar, anggota keluarga dan
masyarakat. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan informasi, digunakan
sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi belajar,
mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dalam mengambil
sebuah keputusan. Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh jenis layanan
informasi ialah pemahaman dan pencegahan.
3. Layanan konseling Perorangan
Misalnya
seseorang konselor memasuki sebuah kelas, di dalam kelas itu ada sejumlah orang
siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan konselor berkenaan dengan
sasaran layanan yaitu siswa- siswa yang hendaknya memeperoleh layanan bimbingan
dan konseling. Semua siswa itu secara keseluruhan ataukah masing- masing siswa
seorang demi seorang? “Orientasi perseorangan” bimbingan dan konseling
menghendaki agar konselor menitikberatkan pandangan pada siswa secara
individual. Satu per satu siswa perlu mendapatkan perhatian. Pemahaman konselor
yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam kelas itu penting
juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditunjukan kepada masing-
masing siswa. Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi
(bentuk keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara
individual harus diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu
“kelompok” atau “individu”, konselor memilih individu sebagai titik berat
pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai
lapangan yang dapat memberikan pengaruh
tertentu terhadap. Dengan kata lain, kelompok dimanfaatkan sebesar- besarnya
untuk kepentingan dan kebahagiaan individu dan bukan sebaiknya. Pemusatan
perhatan terhadap individu itu sama sekali tidak berat mengabaikan kepentingan
kelompok , dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam kaitannya dengan
hubungan timbal balik yang wajar antar individu dan kelompoknya. Kepentingan
kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan pada
kelompok, kesejahteraan kelompok, dan sebagainya, tidak akan terganggu oleh
pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota
kelompok itu.
Kepentingan kelompok
justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya kepentingan dan
tercapainya kebahagiaan individu. Apabila secara individual para anggota
kelompok itu daapt terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia dapat diharapkan
kepentingan kelompok pun akan terpenuhi pula. Lebih- lebih lagi, pelayanan
bimbingan dan konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak
boleh menyimpang ataupun bertentangan dengan nilai- nilai yang berkembang di
dalam kelompok sepanjang nilai- nilai itu sesuai dengan norma- norma umumyan
berlaku.
4.
Layanan Bimbingan Kelompok
Bimbingan
kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok.
Kegiatan dalam bimbingan kelompok ialah pemberian informasi untuk keperluan
tertentu bagi para anggota kelompok. Tujuan yang hendak dicapai oleh kelompok
adalah memperoleh informasi yang akan dipergunakan untuk menyusun rencana dalam
membuat keputusan atau untuk keperluan lain yang relevan dengan informasi yang
diberikan.
Ada
beberapa hal yang menunjukkan homogenitas dalam kelompok :
a. Bimbingan
kelompok para anggota kelompok homogen yaitu siswa-siswa satu kelas atau satu
tingkat kelas yang sama.
b. “masalah”
yag dialami oleh semua anggota kelompok adalah sama, yaitu memerlukan informasi
yang akan disajikan itu.
c. Tindak
lanjut dari diterimanya informasi itu juga sama, yaitu untuk menyusun rencana
dan membuat keputusan.
Reaksi atau kegiatan
yang dilakukan oleh para anggota dalam proses pemberian informasi dan tindak
lanjutnya secara relative sama (seperti mendengarkan, mencatat dan bertanya).
5. Layanan Konseling Kelompok
Layanan
konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang
dilaksanakan dalam suasana kelompok. Di dalam konseling kelompok terdapat
konselor (yang jumlahnya mungkin lebih dari seorang), ada klien yaitu para
anggota kelompok (yang jumlahnya paling kurang dua orang), terjadi hubungan
konseling dalam suasana yang hangat,terbuka,permisif dan penuh keakraban,
adanya pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab
timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan
metode-metode khusus), adanya kegiatan evaluasi dan adanya tindak lanjut.
Yang
membedakan konseling kelompok dengan konseling perorangan adalah dinamika
interaksi sosial yang dapat berkembang dengan intensif dalam suasana kelompok,
yang justru tidak dapat dijumpai dalam konseling perorangan, dalam hal ini
masalah-masalah yang dialami oleh masing-masing individu anggota kelompok
dicoba untuk dientaskan.
Dengan
demikian daam pengentasan masalah individu dalam konseling kelompok mendapatkan
dimensi yang lebih luas. Jadi klien tidak hanya memperoleh manfat dari konselor
saja, tetapi juga mendapatkan manfaat dari anggota kelompok lainnya.
Tabel
2.1 Perbandingan Antara Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok
No.
|
Aspek
|
Bimbingan
Kelompok
|
Konseling
Kelompok
|
1
|
Jumlah
Anggota
|
Tidak
terlalu dibatasi, dapat sampai 60-80 orang
|
Terbatas
: 5-10 orang
|
2
|
Kondisi
dan karakteristik anggota
|
Relative homogen
|
Hendaknya
homogen, dapat pula heterogen terbatas
|
3
|
Tujuan
yang ingin dicapai
|
Penguasaan
informasi untuk tujuan yang lebih luas
|
a. Pemecahan
masalah
b. Pengembangan
kemampuan komunikasi dan interaksi sosial
|
4
|
Pemimpin
kelompok
|
Konselor
atau narasumber
|
Konselor
|
5
|
Peranan
anggota
|
Menerima
informasi untuk tujuan kegunaan tertentu
|
a. Berpartisipasi
dalam dinamika interaksi social
b. Menyumbang
pengentasan masalah
c. Menyerap
bahan untuk pemecahan masalah
|
6
|
Suasana
interaksi
|
a.
Menolong atau dialog terbatas
b.
Dangkal
|
a.
interaksi
multiarah
b.
Mendalam dengan melibatkan aspek emosional
|
7
|
Sifat
isi pembicaraan
|
Tidak
rahasia
|
Rahasia
|
8
|
Frekuensi
kegiatan
|
Kegiatan
berakhir apabila informasi telah disampaikan
|
Kegiatan
berkembang sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah. Evaluasi
dilakukan sesuai dengan tingkat kemajuan pemecahan masalah
|
6. Layanan Konten
[15]Bahwa layanan konten merupakan
layanan bantuan yang diberikan (baik kelompok maupun individu) untuk mengatasi
berbagai kesulitan yang dihadapi individu dalam masalah belajar, yang
didalamnya mencakup kesulitan dari luar atau dari dalam diri individu itu.
Layanan penguasaan konten menitikberatkan pada kemampuan
siswa dalam menguasai konten tertentu yang akan dapat menjadikan siswa lebih
giat lagi dalam belajar. Hal ini tidaklah mudah, karena banyak berhubungan
dengan berbagai faktor dalam kepribadian siswa. Salah satu factor yang penting
adalah faktor motivasi belajar siswa. Sementara pendidikan sendiri tidak akan berhasil
tanpa ada motivai untuk belajar.
7. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Bertujuan untuk menempatkan dan menyalurkan kemampuan, bakat
dan minat siswa agar berada pada posisi dan pilihan yang tepat yaitu berkenaan
dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan atau karier, kegiatan
ekstra kurikuler, program latihan dan pendidikan yang lebih tinggi ssesuai
dengan kondisi fisik dan psikisnya.
[2] Astuti Emerentiana,
makalah prinsip – prinsip bimbingan konseling , diakses dari http://www.girlsincollege.blogspot.com/2012/09/makalah-prinsip-prinsip-bimbingan.html
, pada tanggal 4 maret 2015
[3]Rugaiyah
dan Atiek Atiek Sismiati , Profesi Kependidikan , Bogor : Ghalia Indonesia,
2013 , Hal 139
[4] Ibid.,
hlm. 139
[5] Ibid.,
hlm. 139
[6] Ibid.,
hlm. 139
[7] Ibid.,
hlm. 140
[8] Ibid.,
hlm. 140
[9]
Ibid., hlm. 140
[10] Ibid.,
hlm. 140
[11] Soetjipto
dan Raflis Kosasi , Profesi Keguruan , Jakarta , Rineka Cipta : 2007, hal 78
[12]
Rugaiyah dan Atiek Atiek Sismiati , Profesi Kependidikan , Bogor : Ghalia
Indonesia, 2013 , Hal 140
[13] Ibid.,
hlm. 141
[14] Ibid.,
hlm. 141
[15]
Moh Mega Nirwana , Jurnal Pengaruh Layanan Penguasaan Konten Terhadap Motivasi
Belajar Siswa , diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251711&val=6768&title=Pengaruh%20Layanan%20Penguasaan%20Konten%20Terhadap%20Motivasi%20Belajar%20Siswa
, pada tanggal 10 maret 2015
Langganan:
Postingan (Atom)