BAB
I
PENDAHULUAN
Sebelum terlalu jauh menjabarkan
tentang Kehidupan anak jalanan kami ingin memberitahukan tentang latar
belakang,tujuan pembuatan makalah, dan sistematika. Agar pembaca tahu tujuan
dibuatnya makalah ini. Kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan,
untuk itu jika ada kesalahan kata dari pengetikan makalah ini mohon di maklum.
1.1 Latar
Belakang
Salah satu
permasalahan sosial yang ada di Indonesia yaitu semakin meningkatnya jumlah
masyarakat miskin di negara ini. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya
jumlah pengemis atau pengamen jalanan, terutama di ibukota Jakarta. Pengamen jalanan timbul akibat adanya kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan di kota ini.
Sesuai
dengan tema yang telah ditentukan dari dosen, tim kami mendapat topik
”Kehidupan Anak Jalanan.” Dalam menjalankan
observasi dan wawancara untuk makalah ini, kami memilih untuk berfokus pada
pengamen jalanan di bawah umur, karena tim kami
memiliki keprihatinan khusus terhadap pekerja anak.
Anak adalah
harapan masa depan suatu bangsa, tunas yang berpotensi membawa bangsa ini ke
arah yang lebih baik atau bisa juga lebih buruk. Maka dari itu, amat miris
rasanya melihat anak-anak yang hidup mengamen di jalanan, bukannya bersekolah.
Rasanya lebih menyedihkan daripada melihat orang dewasa yang melakukan
pekerjaan serupa. Oleh karena itu tim kami melakukan observasi dan wawancara
terhadap salah satu pengamen.
1.2 Tujuan
Penelitian
Sebelum membahas permasalahan
tersebut diatas maka kami memepunyai tujuan dalam membuat makalah ini sebagai
berikut :
·
Ingin
mengetahui tentang kehidupan anak jalanan khususnya pengamen.
·
Ingin
mengetahui mengapa mereka harus mencari nafkah seperti itu.
·
Ingin
memberi sousi kepada mereka tentang kehidupan yang sebernarnya harus mereka
lakukan.
1.3 Sistematika
Penelitian
Dalam mengerjakan maklah ini kami
mempunyai (3) Bab untuk mempermudah dalam pengerjaan maklah ini dan terdiri
dari beberapa sub diantaranya :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
1.2 Tujuan
Penelitian
1.3 Sistematika Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1
Teori Kemiskinan
2.2
Macam & Jenis-Jenis Pengamen Jalanan / Artis Penghibur Jalanan
2.3 Pengamen Jalanan juga
Target Operasi Street Crime
2.4
Anak Jalanan, Anak Bangsa
2.5
Metode pnelitian
2.5.1 Observasi
2.5.2 Wawancara
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran-saran
Daftar Fustaka
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Dalam bab
ini kami akan membahas tentang kehidupan anak jalanan khususnya pengamen
jalanan secara rinci agar kami dapat mengetahui bagai mana sebenarnya kehidupan
di jalanan. Dalam bab ini kami juga melakukan observasi ke jalan dan
mewawancarai pengamen jalanan.
2.1
Teori Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul
ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi kebutuhan minimal
dari standar hidup tertentu. Konsep tentang kemiskinan itu sendiri menurut
Suparlan (1995: xi) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standard
tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada
sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang
berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara
tidak langsung berpengaruh pada tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa
harga diri mereka yang tergolong orang miskin.
Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (1993: 3) juga menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan
yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak
dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan
oleh Ala dalam Setyawan (2001: 120) yang menyatakan kemiskinan adalah adanya
gap atau jurang antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan
kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak. Ada lima ketidak beruntungan yang melingkari kehidupan orang atau keluarga
miskin menurut Chambers dalam Ala (1996: 18) yaitu:
1. Kemiskinan (poverty)
2. Fisik yang lemah (physical weakness)
3. Kerentanan (Vulnerability)
4. Keterisolasian (isolation)
5. Ketidak berdayaan (powerlessness)
Kelima hal diatas merupakan
kondisi yang ada pada masyarakat miskin di negara berkembang seperti Indonesia.
Penyebab kemiskinan itu sendiri bersifat dinamis, maka ia akan senantiasa
berkembang mengikuti dinamika kehidupan sosial manusia. Kemiskinan yang
dihadapi oleh setiap generasi manusia pasti berbeda. Semakin tinggi taraf
kehidupan suatu masyarakat, maka semakin kompleks pula permasalahan kemiskinan
yang mengelilingi mereka. Karena itu, pemaknaan
kemiskinan mengalami perubahan di setiap saat dan setiap tempat.
Sebab-sebab kemiskinan itu
sendiri menurut Sen dalam Ismawan (2003: 102) bahwa penyebab kemiskinan dan
keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan
ketertiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan pilihan untuk
mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang terpaksa saat ini
dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan, akibatnya potensi manusia untuk
mengembangkan hidupnya manjadi terhambat. Itu semua bisa kita lihat bahwa
semakin banyak jumlah para pengamen jalanan yang diorganisir oleh pihak
tertentu yang memaksa mereka untuk bekerja seperti itu karena mereka juga tidak
punya pilihan lain untuk mendapatkan uang. Penyebab lain menurut Kuncoro (2000:
107) mencakup tiga aspek, yaitu :
1. Secara mikro kemiskinan
minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki
sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat
perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya yang rendah
berarti produktivitasnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini karena
rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau
karena keturunan.
3. Kemiskinan muncuk akibat
perbedaan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini
bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya
keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan
rendahnya produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang
diterima. Rendahnya pendapatan akan mempengaruhi rendahnya tabungan dan
investasi yang berakibat pada keterbelakangan.
2.2 Macam & Jenis-Jenis
Pengamen Jalanan / Artis Penghibur Jalanan
Seperti kita tahu bahwa salah
satu rofesi yang paling favorit dijalankan oleh orang-orang yang tidak memiliki
pekerjaan tetap adalah menjadi pengamen baik secara sendiri-sendiri maupun
berkelompok. Mengamen tidak harus bernyanyi tetapi juga bisa hanya memainkan
alat musik atau hanya bertugas menarik uang receh dari pendengar ngamenan.
Pengamen ada di mana-mana mulai
di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah makan, di ruko, di
perumahan, di kampung, di pasar, dan lain sebagainya. Penampilan pengamen pun
macam-macam juga mulai dari tampilan yang biasa saja sampai penampilan banci /
bencong, anak punk, preman, pakaian muslim, pakaian pengemis, pakaian seksi nan
minim, dsb.
Pengamen terkadang sangat
mengganggu ketenangan kita akan tetapi mau bagaimana lagi. Jika mereka tidak
mengamen mereka mau makan apa dan daripada mereka melakukan kejahatan lebih baik
mengamen secara baik-baik walawpun mengganggu.
Berikut ini adalah macam-macam
/ jenis-jenis pengamen :
1.
Pengamen Baik
Pengamen yang baik adalah pengamen
profesional yang memiliki kemampuan musikalitas yang mampu menghibur sebagian
besar pendengarnya. Para pendengar pun merasa terhibur dengan ngamenan pengamen
yang baik sehingga mereka tidak sungkan untuk memberi uang receh maupun uang
besar untuk pengamen jenis ini. Pengamen ini pun sopan dan tidak memaksa dalam
meminta uang.
2. Pengamen Tidak Baik
Pengamen yang tidak baik yaitu merupakan
pengamen yang permainan musiknya tidak enak di dengar oleh para pendengarnya
namun pengamen ini umumnya sopan dan tidak memaksa para pendengar untuk
memberikan sejumlah uang. Tetapi ada juga yang menyindir atau mengeluh langsung
ke pendengarnya jika tidak mendapatkan uang seperti yang diharapkan.
3. Pengamen Pengemis
Pengamen ini tidak memiliki musikalitas
sama sekali dan permainan musik maupun vokal pun ngawur seenak udel sendiri.
Setelah mengamen mereka tetap menarik uang receh dari para pendengarnya.
Dibanding mengamen mereka lebih mirip pengemis karena hanya bermodal dengakul
dan nekat saja dalam mengamen serta hanya berbekal belas kasihan orang lain
dalam mencari uang.
4. Pengamen Pemalak /
Penebar Teror
Pengamen yang satu ini adalah pengamen
yang lebih suka melakukan teror kepada para pendengarnya sehingga para
pendengar merasa lebih memberikan uang receh daripada mereka diapa-apakan oleh
pengamen tukang palak tersebut. Mereka tidak hanya menyanyi tetapi kadang hanya
membacakan puisi-puisi yang menebar teror dengan pembawaan yang meneror kepada
para pendengar. Pengamen jenis ini biasanya akan memaksa diberi uang dari tiap
pendengar dengan modal teror. Pengamen ini layak dilaporkan ke polisi dengan
perbuatan tidak menyenangkan di depan umum.
Gambar 1.
5. Pengemen Penjahat
Pengamen yang penjahat adalah pengamen
yang tidak hanya mengamen tetapi juga melakukan tindakan kejahatan seperti
sambil mencopet, sambil nodong, menganiaya orang lain, melecehkan orang lain,
dan lain sebagainya. Kalau menemukan pengamen jenis ini jangan ragu untuk
melaporkan mereka ke polisi agar modus mereka tidak ditiru orang lain.
6. Pengamen Cilik /
Anak-Anak
Pengamen jenis ini ada yang bagus tetapi
ada juga yang sangat tidak enak untuk didengar. Yang tidak enak didengar inilah
yang lebih condong mengemis dari pada
mengamen. Akan tetapi bagaimanapun juga mereka hanya anak-anak bocah cilik yang
menjadi korban situasi dari orang-orang jahat dan tidak kreatif di sekitarnya.
Pengamen anak ini ias dipaksa menjadi pengamen oleh orang tua, oleh preman, dsb
namun juga ada yang atas kemauan sendiri dengan berbagai motif. Sebaiknya
JANGAN DIBERI UANG agar tidak ada anak-anak yang menjadi pengamen. Mereka
seharusnya tidak berada di jalanan.
Gambar
2.
2.3 Pengamen Jalanan juga
Target Operasi Street Crime
Para pengamen ini biasanya melakukan
kegiatanya dengan menyasar para pelanggan rumah-rumah makan maupun
warung-warung tenda di pinggiran jalan. ''Mereka
mengamen tapi jangan sampai menekan (memaksa) kepada pelanggan meski hanya
seribu atau dua ribu rupiah saja,'' jelasnya.
Keberadaan
pengamen memang dinilai cukup meresahkan masyarakat, pasalnya mereka bisa
meminta uang pada orang (pelanggan) yang sama hingga tiga sampai empat kali
meski personilnya (pengamen) beda tetapi alat musik yang mereka gunakan masih
sama.
''Kadang
kita sadari bahwa saat kita makan hingga satu jam bisa saja 3-4 kali dengan
gitar yang sama hanya personilnya beda. Ini yang akan menjadi target kita,''
ujar Kombes Zulkarnain Adinegara.
Aktifitas para pengamen itu bisanya
dilakukan pada malam hari sehingga terkadang lepas dari jangkuan operasi
kepolisian.
Pada gelaran operasi yang bertujuan untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat itu dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Operasi tersebut menargetkan tempat-tempat yang dianggap rawan kejahatan
seperti kawasan pusat-pusat perbelanjaan, tempat sepi, lampu merah, dll.
2.4 Anak Jalanan, Anak Bangsa
Saat ini, permasalahan terkait anak
semakin banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak
terlantar dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak
pada tempatnya seperti dipekerjakan dengan waktu kerja yang sangat keterlaluan
dan gaji yang tidak masuk akal, dsb. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa
kehidupan anak-anak seharusnya diisi dengan bermain, belajar, dan bersuka ria.
Begitu juga dengan permasalahan anak jalanan di perkotaan merupakan suatu hal
yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal hal ini seharusnya merupakan suatu
hal yang tidak wajar terjadi. Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu
dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap
kondisi anak-anak.
Undang-undang dasar mengatur bahwa Fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34 ayat 1), namun kenyataannya kemampuan pemerintah tidak
sebanding dengan meningkatnya permasalahan anak, baik secara kuantitas maupun
kualitas. Jumlah anak terlantar (dimana anak jalanan termasuk didalamnya)
cenderung semakin meningkat, seiring dengan permasalahan kemiskinan yang belum
dapat diatasi. Data PUSDATIN tahun 2006 menunjukkan bahwa anak terlantar di
Indonesia mencapai 2.815.383 jiwa. Karena keterbatasan pemerintah itulah, peran
aktif dari masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini sangat dibutuhkan.
Apa yang dapat dilakukan masyarakat
terkait anak jalanan tersebut? Pada dasarnya, kebutuhan individu dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis
(Cole dan Bruce, 1959). Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan primer seperti
makan, minum, tidur, seksual, atau perlindungan diri. Sedangkan kebutuhan
psikologis yang disebut juga kebutuhan sekunder dapat mencakup kebutuhan untuk
mengembangkan kepribadian seseorang, contohnya adalah kebutuhan untuk dicintai,
kebutuhan mengaktualisasikan diri, atau kebutuhan untuk memiliki sesuatu, di
mana kebutuhan psikologis tersebut bersifat lebih rumit dan sulit
diidentifikasi segera.
Begitu juga dengan anak jalanan tersebut,
untuk dapat memupuk harga diri, perilaku dan aktualisasi dirinya, pertimbangan
mengenai keunggulan dan kelemahan serta kebutuhan anak jalanan tersebut perlu
dilakukan.
Begitu juga dengan kondisi anak-anak
jalanan (ANJAL) yang berada di sekitar pasar Ciroyom Bandung ini. Begitu banyak
orang yang menilai negatif terhadap ANJAL tanpa mengetahui kondisi ANJAL
tersebut dengan sesungguhnya. Mengelem, meminta-minta memang dianggap hina oleh
masyarakat sekitar, bahkan oleh kaum terdidik seperti mahasiswa juga menganggap
hal itu adalah perbuatan hina. Namun apakah kita mengetahui apa penyebab mereka
melakukan perbuatan hina tersebut secara langsung? Pasti kebanyakan dari kita
hanya berasumsi tanpa terjun secara langsung untuk mencari tahu penyebab mereka
melakukan hal ini. Dengan menumbuhkan dan menunjukkan sedikit rasa kepedulian
kita dengan cara mencari informasi mengenai kondisi anak jalanan itu dapat
memberikan kontribusi dalam perubahan perilaku anak jalanan tersebut.
Sebagai contoh, di Rumah Belajar Sahabat Anak Jalanan Ciroyom, para anak
jalanan mendapatkan sedikit rasa kepedulian dari berbagai macam relawan yang
datang dan pergi. Rasa kepedulian itu bermacam-macam bentuknya, ada yang
mengajak mereka menggambar bersama, ada yang mengajarkan baca tulis dan
berhitung, ada yang mengajak mereka jalan-jalan dan bahkan ada yang rela
menginap barsama mereka untuk menunjukkan kepedulian mereka. Mungkin tidak
semua orang sudah memiliki sekaligus merealisasikan rasa kepedulian mereka
seperti yang diatas. Untuk mulai menumbuhkan rasa kepedulian dan
merealisasikannya membutuhkan niat yang begitu luar biasa pada awalnya. Coba
kita pikirkan, waktu kita dalam sehari ada 24 jam, tidak bisakah kita luangkan
waktu kita lima menit dalam satu hari untuk menyapa dan menanyakan kabar
mereka, atau mungkin setengah jam dalam sehari untuk mengajarkan arti dan makna
hidup ini.
Saat ini, permasalahan terkait anak
semakin banyak dan beragam. Indikasinya adalah semakin banyaknya anak-anak
terlantar dan yatim-piatu yang tidak terurus, pemberdayaan anak-anak yang tidak
pada tempatnya seperti dipekerjakan dengan waktu kerja yang sangat keterlaluan
dan gaji yang tidak masuk akal, dsb.
Sedangkan kita semua mengetahui bahwa
kehidupan anak-anak seharusnya diisi dengan bermain, belajar, dan bersuka ria.
Begitu juga dengan permasalahan anak jalanan di perkotaan merupakan suatu hal
yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal hal ini seharusnya merupakan suatu
hal yang tidak wajar terjadi. Permasalahan anak jalanan merupakan salah satu
dampak dari kurangnya kesadaran dan kepedulian sosial di masyarakat terhadap
kondisi anak-anak.
coba bayangkan
ketika kita dilahirkan kedunia dalam kehidupan serba pas-pasan dan miskin
apakah kita menyalahkan kedua orang tua kita? disini saya melihat banyak hal
yang sangat berbeda. setiap hari saya berangkat san pulang kekantor tempat saya
bekerja dengan kereta api jurusan bojong gede jakarta-kota saya melihat banyak
sekali anak-anak jalanan atau terlantar mengais rejeki dikereta apai ekonomi
mulai pagi hingga petang bahkan kadang malam hari saat mereka harus istirahat
mereka masih terus berjuang untuk hidup dimanakah peran pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan di Ibukota Jakarta ini apakah pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat sudah benar-benar mengentaskan kemiskinan yang saat mereka
berjanji untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Apakah sudah
terealisasi dengan benar coba lihat seorang ibu hamil masih mengais rejeki
untuk biaya persalinan anak-anak yang mengamen untuk sekedar mencari sebungkus
nasi untuk makan hari ini para tuna netra yang dilepas setelah selesai dibina
dari panti-panti untuk mencari makan di kereta coba bayangkan ini hanya sedikit
dari kemiskinan di ibu kota masih ada lagi para gadis belia menjajakan diri
dipinggiran Ibukota untuk bisa bertahan hidup hal ini sangat terasa kalau hidup
ini adalah perjuangan namum bagaimana dengan tanggungjawab pemerintah apakah
hal ini terus akan berjalan sesuai dengan kodrat masing-masing manusia coba
bayangkan bila nasib kita sama dengan mereka.
2.5 Metode Penelitian
Dalam hal ini kami
pelakukan penelitian tentang kehidupn ananak jalanan atan ANJAL dengan cara
riset lapangan, atau dengan melakukan
observasi, wawancara, dan kkepustakaan. Agar kami mendapat pengetahuan yang
lebiih dalam membuat makalah ini.
2.5.1 Observasi
Observasi
dilakukan dengan cara pengamatan langsung kelokasi, agar data-data yang
diharapkan benar-benar obyektif. Artinya data yang di ambil tidak di buat-buat.
Obyek pengamatannya adalah Ingin mengetahui mengapa para pengamen itu lebih
memilih hidup di jalanan.
2.5.2 Wawancara
Kami
melakukan wawancara kepada sekelompok pengamen yang berada di terminal cimone
tangerang karena kami ingin mengetahui secara langsung bagaimana sebenarnya
pengamen jalanan itu lebih memilih hidup di jalanan. Wawancara ini di lakukan
pada waktu minggu malam tanggal 03 April 2011 jam 20:40 WIB.
Adapun
hasil wawancara yang kami lakukan kepada para pengamen jalanana adalah sebagai
berikut :
Peneliti :
“Permisi de”.
Pengamen :
“Iya, ada apa ya?”.
Peneliti :
“kami mau tanya-tanya tentang kehidupan kalian disini ”.
Pengamen :
“Buat apa ya klo gw boleh tau ?”.
Peneliti :
“untuk membuat makalah tentang kehidupan anak jananan”.
Pengamen :
“Owh..gitu? Boleh ja”.
Peneliti :
“ya,,Kalau gitu kenapa kalian ini semua mau tinggal di
jalanan?”.
Pengamen :
“Enak si bang soalnya bisa lebih bebas aja”.
Peneliti :
“Bebas gimana maksudnya ?”.
Pengamen :
“ya enak ja kalau mau kemana mana ga ada yang ngatur”.
Peneliti :
“Mangnya tidak cape jadi pengamen jalanan ?”.
Pengamen :
“ya mau gimana lagi, mo cari kerjaan yang laen juga susah”.
Peneliti :
“Owy,,ni ade-adenya masi pada sekolah ga ?”.
Pengamen :
“Sebagian ada yang sekolah tapi banyakan yang ga sekolah”.
Peneliti :
“kenapa ga pada sekolah ?”.
Pengamen :
“Enakan ngamen Bang bisa dapet duit dari pada sekolah”.
Peneliti :
“Emangnya kalian mau jadi pengamen terus, pasti kalia
Juga maukan ada
perubahan dalam hidup kalian ?”.
Pengamen : “Iya lah kami juga kepengen
berobah dan mau mempunyai
Keluarga (menikah), kalo Cuma gina aja kasihan nantinya
kaluarga gw”.
Peneliti : “Owh,,,Punya Cw juga ni
?..Tapi orang tu Cw Elu tau ga kalau
Kalian ini
pengamen jalanan?”.
Pengamen : “Iya lah..Hehe..,Orangtuanya Cw gw ga tau kalau
gw tu
Seorang pengamen jalanan, tapi kalau Cw
gw si dia tau kalau gw tu hidup di jalanan dan seorang pengamen jalanan tapi
dia tetep cinta Za ma gw”.
Peneliti : “Owy,,Uda berapa lama kalian jadi pengamen
di sini ?”.
Pengamen : “Wah udah lama Bang,,Dari kecil kita udah di
jalanan”.
Peneliti : “Di sini kalian kalau tidur dimana ?”.
Pengamen : “Di sini aja di terminal, ya paling di
kursi-kursi kami
tidurnya”.
Peneliti : “Ni kalian asalnya pada dari mana aja, apa
jangan-jangan
warga sini ya ?”.
Pengamen : “kami beda-deda asalnya ada yang dari Bogor,
Purwokerto
dan lain
sebagainya.”
Peneliti : “Orang tua kalian tau ga kalau kalian tu
disini kerjaanya
ngamen ?”.
Pengamen : “Orang tua gw ga tau bang
kalo gw disini tu ngamen meraka
taunya gw tu kerja
ja di jakarta”.
Peneliti : “Pandangan kalian terhadap masyarakat gimana
soalnya
kebanyakan masyarakat bilang kalau
keadaan kalian ni sudah meresahkan masyarakat ?”.
Pengamen : “Masyarakatnya aja yang berfikiran kaya gitu
kalau kita si
kalau emang dianya sopan kami juga
bakalan sopan kami ga akan macem macem apalagi kalau di mau ngasih sedik uangnya”.
Penaliti : “Terus yang kalian harapkan dari masyaraka
apa ?”.
Pengamen : “Kami tidak banyak berharap dari masyarakat kami
Cuma
minta pengertiannya
aja dari masyarakat”.
Peneliti : “Ada tidak pengalaman yang berkesan bagi
kalian selama
mengamen ?”.
Pengamen : “Ada Bang, waktu
Gw lagi ngamen ya terus ada yang
ngambil pakaian di jemuran, terus ada
yang teriak maling-maling gitu, Gw mah asik ja ya maen musik soalnya tu bukan
temen gw ini, eh warga pada meneriakin kalo Gw tu temennya maling tadi yaudah
Gw ikutan lari juga dari pada Gw di gebukin di situ. Untungnya gw bisa kabur
jadi selamet dah gw”.
Peneliti : “Owh Gitu,,Kalau katangkep u bisa di hajar
masa tu. Oke deh
makasih ya uda mau ngeberi info ke kami
tentang kehidupan kalian, berkat kalian kami bisa menyelesaikan tugas makalah
ini”.
Pengamen : “Owy Bang sama-sama biar gw pengamen gw juga masi
punya hati”.
Adapun foto waktu observasi pada
saat melaksanakan kami masukan ke dalam lmpiran.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah kami melakukan penelitian tentang kehidupan anak
jalanan yang di singkat menjadi ANJAL khususnya pengamen jalanan ternya
pengamen itu terbagi menjadi beberapa bagian yang di antaranya : Pengamen
Baik, Pengamen Tidak
Baik, Pengamen Pengemis, Pengamen Pemalak / Penebar Teror, Pengemen Penjahat,
Pengamen Cilik / Anak-Anak.
Sebagian besar banyaknya para
pengamen di picu karena masah ekonomi mereka, buruknya lapangan pekerjaan di
negri ini membuat mereka menjadi pengamen jalanan, orang-orang menjadi pengamen
jalanan ialah orang-orang dari berbagai daerah di indonesia yang sengaja datang
ke kota-kota besar yang mempunyai niat
untuk mendapatkan pekerjaan tetapi kurangnya lapangan pekerjaan untuk mereka
dan skil yang meraka punya pun belum bisa bersaing dengan yang lain, sehingga
mereka putus asa dan memilih menjadi pengamen jalanan sebagai mata pencarian
mereka.
3.2 Saran
saran
Dalam makalah yang kami yang
bejudul Anak Jalanan atau ANJAL yang di khususkan ke pada pengamen jalanan kami
memiliki dua [2] saran yaitu untuk para pengamen jalanan dan para masyarakat.
Untuk Para pengamen jalanan
setelah kami melakukan penelitian sebenernya sebagian besar dari kalian para
pengamen jalanan datang ke kota-kota besar tidak mau menjadi pengamen sebagai
pekerjaan sehari-hari, tepapi buruknya lapangan pekerjaan yang membuat kalian
menjadi pengamen jalanan. Untuk itu kami memberi saran kepada kalian kalau
memang belum mempunyai kemampuaan untuk bersaing mendapatkan pekerjaan lebih
baik jangan datng dulu ke kota-kota besar lebih baik bekerja di daearah sendiri
pasti orang tua anda lebih bangga dengan anda di bandingkan harus datang ke kota dan kehidupan
anda menjadi tidak jelas seperti ini.
Untuk masyarakat bila menemui
para pengamen dan apa lagi pengamen itu masih muda-muda dan gagah-gagah masih kuat
untuk bekerja sebaiaknya tidak usah di beri uang karena itu bisa membuat mereka
makin malas mencari pekerjaan, dari pada memberikan uang kepada para pengamen
jalanan yang seperti itu dan biasanya para pengamen itu ada yang mengkoordinir
jadi hasil yang mereka dapat itu harus di bagi lagi kepada orang yang
mengkoordinir mereka, lebih baik di berikan saja kepada pengemis tua yang sudah
tidak mampu untuk bekerja lagi.
Lampiran
Daftar Pustaka
Anarita, Popon, dkk, Baseline Survei untuk Program Dukungan dn Pemberdayaan Anak Jalanan di
Perkotaan (Bandung), Bandung: Akatiga-Pusat analisis sosial, 2001.
Arief, Armai, “
Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam
Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional”, Dalam
Jurnal Fajar, LPM UIN Jakarta, Edisi 4, No.1, November 2002.
Direktorat
Pemberdayaan Peran Keluarga Dirjen Pemberdayaan Sosial, Standarisasi Pemberdayaan Peran Keluarga, Jakarta: Depsos, 2002.
Goode, William
J, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bumi
Aksara, Cet IV, 1995.
Sunusi, Makmur,
Anak Terlantar Dalam Perspektif Pekerjaan
Sosial, Endang WD BM, Kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta Dalam
Penanganan Anak Terlantar, Makalah Dalam Seminar Nasional ‘Penanganan Anak
Terlantar Berbasis Keluarga”, Jakarta: UMJ, 12 April 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar